Perlindungan anak dari kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan strategi proaktif. Salah satu pendekatan paling efektif adalah Edukasi Seks Anak yang disampaikan secara berjenjang, disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif dan emosional mereka. Pendekatan ini memastikan bahwa anak-anak menerima informasi yang tepat pada waktu yang tepat, membangun pemahaman optimal yang memberdayakan mereka untuk menjaga diri. Edukasi Seks Anak adalah fondasi krusial untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Edukasi Seks Anak dimulai sejak usia dini, sekitar 2-5 tahun, dengan memperkenalkan konsep dasar tubuh dan privasi. Pada tahap ini, ajarkan nama-nama yang benar untuk bagian tubuh, termasuk area privat, dan tekankan bahwa tidak ada yang boleh menyentuhnya tanpa izin mereka. Sebagai ilustrasi, dalam sebuah sesi parenting yang diadakan oleh Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan pada tanggal 14 Mei 2025, seorang ahli tumbuh kembang anak, Ibu Rina Susanti, menyarankan orang tua untuk menggunakan boneka atau buku cerita bergambar sebagai alat bantu. Ini memungkinkan anak memahami konsep kompleks seperti “sentuhan aman” dan “sentuhan tidak aman” dengan cara yang sederhana dan tidak menakutkan.
Seiring bertambahnya usia, materi Edukasi Seks Anak harus berkembang. Untuk anak usia sekolah dasar (6-12 tahun), pembahasan dapat mencakup perubahan fisik saat pubertas, kebersihan diri, dan pentingnya menjaga rahasia yang berhubungan dengan sentuhan yang tidak nyaman. Ajarkan mereka untuk berani mengatakan “tidak” dan segera melaporkan kepada orang dewasa yang dipercaya jika mengalami hal yang tidak beres. Pada hari Selasa, 22 April 2025, misalnya, di sebuah sekolah dasar di daerah pinggiran kota, perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Gerakan Peduli Anak mengadakan sesi edukasi interaktif tentang tanda-tanda bahaya dan cara meminta bantuan.
Ketika anak memasuki usia remaja (13-18 tahun), Edukasi Seks Anak perlu mencakup topik yang lebih kompleks seperti pubertas yang lengkap, emosi, persetujuan (consent) dalam hubungan, bahaya pornografi, dan risiko kesehatan seksual. Komunikasi terbuka di rumah dan di sekolah sangat penting untuk menciptakan ruang aman bagi remaja bertanya dan berbagi. Pihak kepolisian, melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), juga seringkali terlibat dalam penyuluhan di sekolah menengah, seperti yang mereka lakukan pada tanggal 5 April 2025 di sebuah SMA, untuk memberikan pemahaman tentang aspek hukum terkait kekerasan seksual. Dengan pendekatan berjenjang ini, Edukasi Seks Anak akan secara optimal membekali generasi muda kita dengan pengetahuan dan kepercayaan diri untuk melindungi diri mereka dari kekerasan seksual.